Seputar Ucapan salaf Akan Ikhlas?


Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Sesungguhnya seseorang akan mendapatkan anugerah -balasan dari Allah- sebatas apa yang dia niatkan.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 7 oleh Imam an-Nawawi)

Sahl bin Abdullah at-Tasturi rahimahullah mengatakan, “Orang-orang yang cerdas memandang tentang hakikat ikhlas ternyata mereka tidak menemukan kesimpulan kecuali hal ini; yaitu hendaklah gerakan dan diam yang dilakukan, yang tersembunyi maupun yang tampak, semuanya dipersembahkan untuk Allah ta’ala semata. Tidak dicampuri apa pun; apakah itu kepentingan pribadi, hawa nafsu, maupun perkara dunia.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 7-8)


Sufyan ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, “Tidaklah aku mengobati suatu penyakit yang lebih sulit daripada masalah niatku. Karena ia sering berbolak-balik.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 8)


Abul Qasim al-Qusyairi rahimahullah menjelaskan, “Ikhlas adalah menunggalkan al-Haq (Allah) dalam hal niat melakukan ketaatan, yaitu dia berniat dengan ketaatannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Bukan karena ambisi-ambisi lain, semisal mencari kedudukan di hadapan manusia, mengejar pujian orang-orang, gandrung terhadap sanjungan, atau tujuan apapun selain mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 8)


Abu Ya’qub as-Susi rahimahullah mengatakan, “Apabila orang-orang telah berani mempersaksikan keikhlasan telah melekat pada dirinya maka sesungguhnya keikhlasan mereka itu masih butuh pada keikhlasan.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 8)


Abu ‘Utsman rahimahullah mengatakan, “Ikhlas adalah melupakan pandangan orang dengan senantiasa memperhatikan bagaimana pandangan (penilaian) al-Khaliq.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 8) 


Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan, “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ sedangkan beramal untuk dipersembahkan kepada manusia merupakan kemusyrikan. Adapun ikhlas itu adalah tatkala Allah menyelamatkan dirimu dari keduanya.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 8) 


Yusuf bin al-Husain rahimahullah berkata, “Sesuatu yang paling sulit di dunia ini adalah ikhlas.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal. 8)


Muhammad bin Wasi’ rahimahullah berkata, “Sungguh aku telah bertemu dengan orang-orang, yang mana seorang lelaki di antara mereka kepalanya berada satu bantal dengan kepala istrinya dan basahlah apa yang berada di bawah pipinya karena tangisannya akan tetapi istrinya tidak menyadari hal itu. Dan sungguh aku telah bertemu dengan orang-orang yang salah seorang di antara mereka berdiri di shaf [sholat] hingga air matanya mengaliri pipinya sedangkan orang di sampingnya tidak mengetahui.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 249)